;

PEMUPUKAN BERIMBANG

Oleh
Muhammad Faiz Barchia


Sebagian besar lahan pertanian terutama tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut mempunyai tingkat kesuburan dan pH tanah rendah serta peka terhadap erosi, tetapi beragam jenis tanaman pangan, sayur-sayuran dan tanaman tahunan dapat tumbuh baik dengan potensi hasil cukup tinggi. Waktu penanamannya disesuaikan dengan pola curah hujan setempat dan kebutuhan air masing-masing jenis tanaman. Beberapa jenis tanaman sayuran memperlihatkan potensi hasil yang baik pada tanah Ultisols antara lain tomat, kacang panjang, terung, cabe, caisin, dan kangkung darat (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil tanaman sayuran pada tanah Ultisol Way Abung, Lampung (Ismail, dkk. 1984).


Produktivitas tanah Ultisols yang rendah ini harus diiringi dengan pemupukan yang berimbang untuk mendapat hasil yang optimum. Bila tidak dilakukan perbaikan kesuburan tanahnya, produksi tanaman yang diusahakan pada tanah tropika ini sangat rendah. Hal ini terlihat dari produktivitas tanaman pangan yang ditanam pada tanah Ultisols Sitiung tanpa perlakuan pemupukan yang dilakukan petani dan model yang dicobakan dengan pemupukan berimbang. Konsep pemupukan berimbang harus diterapkan berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan hara tanaman.
Sifat tanah ini yaitu tingkat kesuburan rendah seperti kandungan bahan organik yang sangat rendah, kekurangan fosfat dan memperlihatkan keracunan aluminium. Hasil tanaman yang sangat rendah seperti yang dilakukan oleh petani, dan dilakukan pemupukan yang berimbang dengan pengapuran 2 ton ha-1 pemupukan N 200 kg urea, 100 kg TSP dan 100 kg KCl ha-1 seperti pada Tabel 2 (Syaiful, dkk. 1984).
Pemupukan berimbang adalah upaya untuk meningkatkan mutu intensifikasi dengan menambah jenis dan takaran pupuk, karena sejauh ini upaya pemupukan belum mampu mencapai produksi yang ditargetkan, suatu petunjuk bahwa efisiensi pemakaian pupuk semakin menurun.

Tabel 2. Hasil tanaman pola petani di Sitiung (ton ha-1)(Syaiful, dkk. 1984)
Salah satu sebab tidak efisiennya pemupukan adalah kurangnya perawatan sumberdaya tanah sehingga kesuburannya merosot, baik dari segi kimia, fisik dan biologi tanah. Pertumbuhan optimal tanaman sangat memerlukan ketersediaan hara, terutama unsur hara makro N, P, K, Ca, Mg, dan S, sebaliknya pertumbuhan tanaman akan terhambat apabila unsur hara ini tidak tersedia atau kelarutannya rendah sehingga tidak tersedia tepat waktu, atau karena tidak seimbang dengan unsur-unsur lain.
Pemupukan perlu dilakukan secara rasional sesuai dengan kebutuhan tanaman, kemampuan tanah menyediakan unsur-unsur hara, sifat-sifat tanah, dan pengelolaan oleh petani. Kelebihan pemberian pupuk selain merupakan pemborosan, juga mengganggu keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah, sedangkan pemberian terlalu sedikit tidak akan memberikan produksi yang optimal. Seperti terlihat bahwa produktivitas tanaman kelapa sawit pada umur 3 – 13 tahun dari beberapa wilayah, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sumatera Utara dan Riau masih di bawah produktivitas baku lahan kelas kesesuaian lahan S-3 (Tabel 3). Persentase total produksi rata-rata di Kalimantan baru sekitar 60 persen, dan di Sumatera baru mencapai 70 persen dari potensi produksi baku lahan kelas S-3. Produksi standar kelas kesesuaian lahan S-3 untuk kelapa sawit umur 3 – 13 tahun sebesar 226.8 ton tandan buah segar per hektar (Poeloengan, dkk. 2001). Produktivitas kelapa sawit pada tanah tropika yang dikelola oleh perusahaan jauh lebih tinggi dibanding dengan hasil yang dikelola oleh petani. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, teknologi, tenaga, dan modal dari petani yang mengusahakan tanaman tersebut. Hasil kelapa sawit yang senjang antara produktivitas di perkebunan inti dikelola langsung oleh perusahaan perkebunan swasta besar dan plasma yang dikelola oleh petani terlihat nyata dari kebun kelapa sawit di Sumatera Utara seperti disajikan pada Tabel 3. Bahkan pada puncak produksi pada tahun ke-9 umur tanaman kelapa sawit, pada perkebunan inti hasil dapat mencapai 27.6 ton TBS ha-1tahun-1, pada kebun plasma hanya berproduksi 13.6 ton TBS ha-1tahun-1, atau sekitar 50% dari produksi kebun inti (Tabel 4).

Tabel 3. Perbandingan produktivitas kelapa sawit pada tanah tropika dan tanah kesesuaian kelas S-3 (Poeloengan, dkk. 2001)
Pemupukan yang berimbang perlu dilakukan sehubungan dengan tingkat kesuburan dan produksi yang rendah sehingga produktivitas tanah tropika dapat ditingkatkan. Prinsip pemupukan berimbang bertujuan untuk mencapai pemupukan yang efektif dan efisien. Dosis pupuk yang berimbang dibuat atas dasar beberapa pertimbangan antara lain; 1) jumlah hara yang terangkut oleh hasil panen, 2) jumlah hara yang terimmobilisasi dalam batang, cabang, pelepah/daun, 3) jumlah hara yang dikembalikan ke dalam tanah, 4) jumlah hara yang terfiksasi dan hilang dalam tanah, dan 5) jumlah hara yang tersedia dalam tanah.Sebagian besar tanah-tanah tropika yang telah diusahakan secara intensif biasanya berkadar bahan organik rendah terutama apabila sisa panen diangkut keluar atau dibakar.

Tabel 4. Produktivitas kelapa sawit pada kebun inti dan plasma (Poeloengan, dkk. 2001)

Penggunaann pupuk anorganik secara terus menerus pada lahan pertanian sementara bahan organik sisa panen tidak didaurulangkan menyebabkan penurunan secara bertahap produktivitas tanah. Dalam penentuan takaran dan waktu pemberian pupuk K, perlu dipertimbangkan pengelolaan bahan organik sisa panen, karena sebagian besar K yang diserap tanaman berada dalam sisa panen. Hampir 80% K yang diserap tanaman tertinggal pada sisa panen sehingga pengembalian sisa panen ke tanah dapat menngurangi keperluan pupuk K.
Selanjutnya dalam kaitan dengan pemupukan P, bahwa kekahatan P pada tanah tropika merupakan pembatas utama. Efisiensi pupuk P sangat rendah yaitu hanya sekitar 10 - 15% P yang diberikan dapat dimanfaatkan oleh tanaman, dan sisanya difiksasi oleh Al dan Fe. Usaha untuk mengurangi fiksasi P ini adalah dengan penambahan bahan organik, pengapuran, penggunaan jenis pupuk yang melepaskan P secara lambat seperti pupuk alami P. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan efisiensi pengapuran terutama pada kedele, bahkan pemberian bahan organik dapat meniadakan kebutuhan kapur.
Pemberian kapur ditujukan untuk mensuplai kebutuhan hara Ca dan Mg yang ketersediaannya rendah tanah tropika. Pengaruh pengapuran, pemupukan P dan Mo pada tanaman kedele varietas Orba di Bandarjaya Lampung disajikan pada Tabel 10.5 berikut ini. Pada tanah tropika selain ditemukan kahat P, juga sering ditemukan gejala kekurangan Mo terutama pada tanaman legum, sehingga perlakuan yang perlu diberikan pada tanah tropika untuk pertanaman kacang-kacangan yaitu pengapuran, pemupukan P dan unsur mikro Mo, sementara pupuk N diberikan dalam jumlah yang sedikit sekedar untuk merangsang aktivitas bakteri Rhizobium dalam menfiksasi N dari udara.

Tabel 5. Pengaruh pengapuran, fosfat, molibdem terhadap hasil kedele (CRIA-IRRI, 1978).
Tabel 6. Kebutuhan pupuk untuk pengelolaan terus menerus di tanah Ultisol (Sanchez, dkk. 1982).



Cara pemberian kapur ke dalam tanah sangat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pengapuran. Pemberian kapur secara larikan sangat efektif dibanding dengan cara disebar, dan pada lahan kering daerah tropik yang banyak hujan, kapur yang diberikan secara disebar di permukaan tanah akan cepat hilang karena terbawa aliran permukaan.Kenampakan hasil tanaman kedele yang dikapur secara larikan dan disebar dapat disajikan dalam persamaan berikut ini (Basa, dkk. 1984):
Secara larikan
Y1 = 5.12.5 + 1.87 x – 0.002 x2
Secara disebar
Y2 = 559 + 0.179 x – 0.0003 x2
Dari persamaan di atas dapat dinyatakan bahwa dosis kapur sebesar 400 kg ha-1 yang diberikan secara larikan tidak memberikan hasil berbeda dengan 2 ton ha-1 kapur yang disebar. Berdasarkan persamaan kuadratik di atas (Y1), dosis kapur maksimum untuk kedele dengan cara dilarik adalah 322 kg ha-1, dan hasil kedele adalah 0.8 ton ha-1, sedangkan dengan persamaan Y2 pengapuran dengan dosis 2.98 ton ha-1 secara disebar akan memberikan hasil sebanyak 0.83 ton ha-1 biji kering. Angka ini menggambarkan bahwa dosis kapur tinggi 2.98 ton ha-1 dengan cara disebar dan dosis kapur rendah 0.32 ton ha-1 dengan cara larikan tidak memberikan perbedaan yang nyata.
Oleh sebab itu, tindakan perbaikan lingkungan tumbuh dengan menambah bahan organik atau mengembalikan sisa panen harus dilakukan terlebih dahulu sebelum berbagai jenis pupuk anorganik diberikan. Tanah yang miskin bahan organik akan berkurang daya menyangga dan berkurang keefisienan pupuk yang diberikan karena sebagian besar pupuk hilang dari lingkungan perakaran. Pengelolaan tanah dan tanaman untuk meningkatkan kadar bahan organik tanah sangat penting agar pupuk yang diberikan dapat diserap tanaman seefisien mungkin dan produktivitas tanah meningkat.





0 komentar