;

SUMBER POLUTAN DAN LOGAM BERAT

Oleh
Muhammad Faiz Barchia

Pencemaran pada agroekosistem dan ekosistem hilirnya banyak mendapat sorotan saat ini. Pencemaran dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai kegiatan yang dilakukan, yaitu pertanian, pertambangan, industri, transportasi, rumah tangga dan lain-lain. Komponen utama dari agroekosistem yang berpotensi untuk tercemar adalah air dan tanah, yang selanjutnya akan berpengaruh pula terhadap kualitas pertanian dan makhluk hidup yang berinteraksi dengan komponen-komponen yang ada dalam agroekosistem dan daerah hilir yang dipengaruhinya.
Sumber pencemar pada agroekosistem dapat berupa 1) point source (PS) pollutants, yakni sumber-sumber pencemar yang dapat dengan jelas dari mana titik asalnya, misalnya pencemar yang dihasilkan dari kegiatan industri dan pertambangan, dan 2) non point source (NPS) pollutants, yakni sumber-sumber pencemar yang sulit untuk dikenali secara pasti dari mana titik pencemar berasal. Bahan pencemar yang berasal dari kegiatan pertanian digolongkan sebagai NPS. Penanggulangan pencemaran NPS relatif lebih sulit dibandingkan dengan penanggulangan pencemaran PS polutan. Penanggulangan pencemaran PS polutan dapat dilakukan dengan perbaikan prosedur pengolahan limbah yang akan dialirkan ke sungai atau badan air lainnya.
Kegiatan pertanian seringkali dijadikan contoh sebagai penghasil utama NPS, karena kegiatan ini umumnya menggunakan bahan kimia yakni pupuk dan pestisida. Penggunaan agrokimia untuk budi daya pertanian dapat mencapai 30 – 50% dari total input produksi pertanian. Input pertanian tersebut berubah menjadi bahan pencemar sebagai akibat penggunaan yang berlebihan atau tingkat kehilangan yang tinggi. Pencemaran bukan hanya dapat terjadi secara insitu, yakni pada areal dimana budi daya dilakukan, namun berpeluang besar untuk menyebar ke daerah hilir. Adanya keterkaitan melalui daur hidrologi menyebabkan adanya pengaruh yang sangat besar dari daerah hulu terhadap daerah hilir. Perubahan penggunaan lahan yang dilakukan di daerah aliran sungai bagian hulu seperti aktivitas pertanian, pertambangan, industri tidak hanya akan berdampak pada sekitar tempat kegiatan berlangsung, tetapi juga akan berdampak pada daerah hilir di antaranya dalam bentuk perubahan/fluktuasi debit dan transpor sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air.
Dalam hubungannya dengan pencemaran, aliran air mempunyai peranan yang sangat penting karena aliran air baik dalam bentuk aliran permukaan (surface run off) maupun aliran bawah permukaan (subsurface run off) merupakan agen utama pengangkutan, pemindahan, dan penyebaran bahan-bahan pencemar. Oleh karena itu, pencemaran pada suatu agroekosistem selain ditentukan oleh jumlah bahan pencemar, juga sangat dipengaruhi oleh seberapa besar persen air yang jatuh dalam agroekosistem yang berubah menjadi aliran permukaan dan berperan sebagai agen pembawa bahan-bahan pencemar. Tanah atau sedimen yang terbawa oleh aliran permukaan juga merupakan agen utama pembawa dan penyebar bahan-bahan pencemar pada agroekosistem.
1. Logam Berat
Ada beberapa unsur logam yang termasuk elemen mikro merupakan logam berat yang tidak mempunyai fungsi biologis sama sekali. Logam tersebut bahkan sangat berbahaya dan dapat menyebabkan keracunan pada organisme, yaitu timbal (Pb), merkuri (Hg), arsen (As), kadmium (Cd) dan aluminium (Al). Toksisitas tidak hanya disebabkan diet logam nonesensial saja, tetapi logam esensial dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan toksisitas. Duxbury (1985) mengklasifikasikan logam berat menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat potensi toksisitasnya terhadap makhluk hidup dan aktivitas mikroorganisme, yaitu 1) ekstrem toksik, seperti Hg; 2) toksik sedang seperti Cd, dan 3) toksik rendah seperti Cu, Ni dan Zn. Logam Pb umumnya terdapat dalam tanaman pangan berasal dari pencemaran atmosfer karena penggunaan bahan bakar fosil. Senyawa Hg anorganik yang masuk ke dalam sistem tanah akan bereaksi cepat membentuk kompleks organik atau diretensi oleh mineral liat, tetapi dalam suasana tereduksi atau dalam sistem drainase dapat mudah terlarut dan bergerak dari satu sistem ke sistem lainnya, dan dalam bentuk metil Hg akan mudah diserap tanaman. Logam arsen (As) terdapat dalam pestisida. Pemakaian pestisida secara terus menerus menyebabkan terakumulasinya As dalam tanah pertanian. Kisaran kandungan logam berat yang sering muncul sebagai pencemar lingkungan dalam tanah dan tanaman disajikan seperti Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Kisaran kadar logam berat sebagai pencemar dalam tanah dan tanaman (Soepardi, 1983).

Beberapa sumber yang dapat menyebabkan logam berat masuk dalam ekosistem pertanian yaitu buangan limbah industri yang masuk ke lahan pertanian, aktivitas pertambangan di bagian hulu daerah aliran sungai, erosi dan dari pupuk dan pestisida yang mengandung logam berat.
Kandungan alami logam pada suatu ekosistem terdampak akan berubah-ubah tergantung pada kadar pencemaran oleh aktivitas sumber pencemar yang membuang limbahnya ke suatu sistem drainase, ketidaksempurnaan pengelolaan limbah pertambangan yang masuk ke ekosistem sungai, erosi, dan di lahan pertanian karena kandungan logam pupuk dan dalam pestisida. Sebagai perbandingan kandungan logam dari pengaruh limbah tambang jauh lebih besar dari kandungan logam berat yang terangkut oleh erosi (Tabel 2)
Tabel 2. Jumlah logam yang mencemari lingkungan oleh pengaruh erosi dan pertambangan (Darmono, 1995)
Selintas mengingat kembali tentang keracunan logam berat merkuri, walaupun wilayah terdampak bukanlah wilayah aktivitas pertanian. Keracunan merkuri (Hg) adalah keracunan logam pertama yang pernah dilaporkan dan merupakan kasus pertama penyakit keracunan yang masuk dalam daftar undang-undang kesehatan industri. Dalam perkembangan teknologi industri sejak ratusan tahun yang lalu, logam merkuri telah ditemukan terkandung dalam limbah dan mengakibatkan pencemaran lingkungan sungai, danau, dan lautan. Kehidupan organisme perairan yang tercemar Hg akan mengkonsumsi Hg jauh lebih tinggi dari organisme yang hidup di perairan belum tercemar. Kasus Minamata dimana penduduk di sekitar Teluk Minamata banyak mengkonsumsi ikan yang mengandung Hg sekitar 2.600 – 6.600 ug metil-Hg kg, yaitu kandungan metil-Hg dalam taraf yang meracun, sementara ambang batas yang ditentukan oleh FAO/WHO yaitu maksimum 30 ug (Darmono, 1995).
Apabila sistem pertanian menggunakan air sungai untuk memenuhi kebutuhan air tanaman maka sungai yang tercemar ini akan membawa logam-logam berat ke lahan pertanian. Wilayah hulu dari daerah aliran sungai dengan aktivitas pertambangan emas dan perak dapat berakibat pencemaran pada agroekosistem daerah hilir yang menggunakan air irigasi buangan aktivitas pertambangan logam mulai tersebut. Dalam proses pemurnian bahan tambang emas dan perak, logam berat mercuri merupakan kimia yang digunakan dalam proses pemurnian logam tersebut. Sisa hasil proses tambang emas pada pertambangan tradisional tidak pernah dilakukan pengelolaan limbah. Limbah proses aktivitas tambang liar dilepas ke sistem drainase alami, sehingga wilayah hilir dengan beragam aktivitas yang menggunakan air aliran sungai dan pengairan untuk persawahan akan menjadi wilayah terdampak pencemaran logam berat Hg. Apabila tanah pertanian tercemar logam berat Hg, mineralisasi nitrogen dan nitrifikasi akan terhambat, dimana Hg sangat menghambat mineralisasi N pada tanah .
Air irigasi di salah satu wilayah Majalaya sudah bercampur dengan limbah industri dimana kandungan logam berat seperti Mn dan Cd relatif tinggi, yaitu berturut-turut 74.6 ppm dan 0.52 ppm. Disamping karena pencemaran oleh air irigasi yang mengandung polutan logam berat, penggunaan kapur pertanian dan pemberian pupuk mikro CuSO4 dapat meningkatkan kadar logam berat Cd karena penambangan kapur dan penggunaan pupuk mikro terkontaminasi Cd sebagai bahan ikutan hasil tambang bahan tersebut (Roechan, dkk. 1995).
Rata-rata konsentrasi Pb di permukaan tanah sekitar 25 ppm (Pendias dan Pendias, 1991) tetapi dengan menyebarnya polutan Pb, sudah cukup banyak lahan pertanian yang tercemar Pb. Kandungan Pb dalam tanah yang dapat meracuni tanaman berkisar dari 100 ppm sampai 500 ppm. Tingginya kandungan Pb pada tanah dapat berasal dari curah hujan di wilayah yang pencemaran udaranya sangat tinggi. Di wilayah perkotaan sering terjadi pencemaran karena tingginya penggunaan bahan bakar yang mengandung Pb, bahkan pencemaran udara oleh transportasi dapat mencapai 60% dari total pencemaran. Logam berat ini terbawah air hujan langsung tersimpan di permukaan tanah atau masuk ke dalam sistem drainase. Untuk meningkatkan kesuburan tanah pada usaha tani sayuran di perkotaan, petani sering menggunakan air di sungai yang tercemar untuk pengairan dan penyiraman tanaman sayurannya. Tindakan penggunaan air sungai yang tercemar ini adalah untuk mengefisienkan penggunaan pupuk karena air sungai telah mengalami pengkayaan unsur hara, tetapi sekaligus juga air sungai tersebut banyak mengandung logam-logam berat yang berasal dari polusi lingkungan. Pengkayaan tanah-tanah pertanian kota dengan logam berat ini dapat meningkatkan serapan logam berat tersebut oleh tanaman. Sebagai contoh, tingkat pencemaran Pb pada tanaman sayuran seperti kangkung, bayam, caisim yang ditanam di pinggir jalan raya Jakarta telah melampaui ambang batas. Kandungan Pb dalam daun kangkung sebesar 29.9 mg kg-1 dan dalam batang kangkung sebesar 15.5 mg kg-1, dan jauh di atas ambang batas 2.0 mg kg (Darmono, 1995). Keracunan Pb pada organisme telah lama diketahui, dan keracunan oleh Pb pada manusia disebut dengan plumbism.
Seiring dengan penggunaan air sungai yang tercemar sebagai sumber pengairan untuk pertanian, limbah padat sungai (sewage sludge) dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah tanah tropika. Sewage sludge kaya bahan organik sehingga dapat menekan aktivitas Al pada tanah tropika. Sludge juga banyak mengandung sejumlah unsur hara esensial N, P, K,Ca, dan Mg. Limbah padat sungai juga kaya akan unsur hara esensial mikro seperti Fe, Mn, Zn dan Cu. Tetapi keberadaan unsur mikro tersebut dan juga logam berat lain seperti Pb, Cd, dan Hg dalam jumlah yang cukup tinggi dapat bersifat toksik bagi tanaman. Lebih jauh, kandungan yang relatif tinggi dari unsur hara mikro dan logam berat lainnya dalam limbah padat sungai yang digunakan untuk bahan penyubur tanah dapat mencemari lingkungan tanah pertanian. Logam berat yang terlarut pada tanah pertanian dapat diserap tanaman dan terbawa oleh hasil panen yang kemudian dikonsumsi oleh manusia dan ternak sehingga logam berat akan masuk ke dalam sistem metabolisme tubuh manusia dan ternak (Barchia, 1995).


0 komentar