BIOREMEDIASI
BIOREMEDIASI
Oleh
Muhammad Faiz Barchia
Oleh
Muhammad Faiz Barchia
Pencemaran lingkungan tanah semakin mendapat perhatian karena globalisasi perdagangan menerapkan peraturan ekolabel yang ketat. Seperti dijelaskan di atas bahwa sumber pencemar tanah umumnya adalah logam berat dan senyawa aromatik beracun yang dihasilkan melalui kegiatan industri, pertambangan dan pertanian. Senyawa-senyawa ini umumnya bersifat mutagenik dan karsinogenik yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Bioremediasi tanah tercemar logam berat sudah banyak dilakukan dengan menggunakan mikoriza dan bakteri pereduksi logam berat sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari bakteri, dan kontribusinya makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam berat (Fleibach, dkk. 1994). Mikoriza dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti logam berat (Killham, 1994). Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimia atau penimbunan unsur tersebut dalam hipa cendawan. Tanaman yang berkembang dengan baik di lahan limbah batubara ditemukan adanya ’oil droplets’ dalam vesikel akar-mikoriza. Hal ini menunjukkan bahwa ada mekanisme filtrasi, sehingga bahan beracun pada limbah yang diserap mikoriza tidak sampai diserap oleh tanaman inangnya.
Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam beracun dengan mengakumulasi logam-logam dalam hipa ekstramatrik dan ’extrahyphae slime’ (Aggangan, dkk. 1998) sehingga mengurangi serapannya ke dalam tanaman inang. Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam bioremediasi tanah tercemar, disamping dengan akumulasi bahan tersebut dalam hipa, juga dapat melalui mekanisme pembentukan komplek logam tersebut oleh sekresi hipa eksternal (Khairani-Idris, 2008). Perlakuan mikoriza pada tanah yang tercemar oleh polisiklik aromatik hidrokarbon dari limbah industri berpengaruh terhadap pertumbuhan clover, dimana dengan pemberian mikoriza laju penurunan hasil clover karena senyawa aromatik ini dapat ditekan (Joner dan Leyval, 2001).
Fauna tanah mampu mengikat dan mengakumulasi logam berat di dalam sel tubuhnya. Cacing tanah yang memakan tanah dapat mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya seperti Pb dan Cd, dan cacing tanah dapat dijadikan fauna indikator untuk memonitor pencemaran tanah (Martin dan Bullock, 1994). Selanjutnya dikatakan bahwa woodlice mampu mengakumulasi konsentrasi Cd dalam tubuhnya 50 kali lebih tinggi dari konsentrasi Cd dalam tanah di sekelilingnya, dan Cu hampir 36 kali lebih tinggi. Persoalan kemudian yang muncul dengan bioremediasi seperti ini yaitu pada jaring makanan (food chains, food webs) dimana akan terjadi perpindahan logam berat dari satu fauna ke fauna yang lain, dan antar fauna tanah memiliki daya tahan toksisitas yang berbeda.
Daya tahan pestisida pestisida di dalam tanah merupakan hasil akhir dari reaksi, pergerakan dan hancuran yang mempengaruhinya. Beragam rekayasa teknologi untuk merobak senyawa hidrokarbon ini telah diteliti. Penambahan bahan organik dan bahan pembenah tanah lainnya seperti pengapuran dan pemupukan serta diiringi dengan inokulasi mikroorganisme telah dilakukan. Intensifikasi pengolahan tanah yang dapat memberikan lingkungan yang optimum bagi aktivitas mikroorganisme untuk melakukan percepatan penghancuran senyawa aromatik karbon ini dicobakan. Bioremediasi dengan penerapan mikroorganisme untuk mempercepat transformasi karbon dan penggunaan tanaman yang dapat menimbun karbon dalam jaringannya telah menampakkan beberapa hasil yang cukup memberikan harapan dalam penanggulangan pencemaran pestisida ini.
Transformasi kimia dari bahan pencemar pestisida melalui proses bioremediasi ini meliputi beberapa proses, yaitu 1) detoksikasi, 2) degradasi, 3) konjugasi, pembentukan senyawa kompleks atau reaksi penambahan, 4) aktivasi, 5) defusi/pemecahan, dan 6) perubahan spektrum toksisitas (Gambar 1) (Alexander, 1977). Detoksikasi yaitu konversi dari molekul yang bersifat toksik menjadi produk yang tidak bersifat toksik, 2) degradasi, yaitu transformasi dari substrat kompleks menjadi produk yang lebih sederhana.
Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam beracun dengan mengakumulasi logam-logam dalam hipa ekstramatrik dan ’extrahyphae slime’ (Aggangan, dkk. 1998) sehingga mengurangi serapannya ke dalam tanaman inang. Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam bioremediasi tanah tercemar, disamping dengan akumulasi bahan tersebut dalam hipa, juga dapat melalui mekanisme pembentukan komplek logam tersebut oleh sekresi hipa eksternal (Khairani-Idris, 2008). Perlakuan mikoriza pada tanah yang tercemar oleh polisiklik aromatik hidrokarbon dari limbah industri berpengaruh terhadap pertumbuhan clover, dimana dengan pemberian mikoriza laju penurunan hasil clover karena senyawa aromatik ini dapat ditekan (Joner dan Leyval, 2001).
Fauna tanah mampu mengikat dan mengakumulasi logam berat di dalam sel tubuhnya. Cacing tanah yang memakan tanah dapat mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya seperti Pb dan Cd, dan cacing tanah dapat dijadikan fauna indikator untuk memonitor pencemaran tanah (Martin dan Bullock, 1994). Selanjutnya dikatakan bahwa woodlice mampu mengakumulasi konsentrasi Cd dalam tubuhnya 50 kali lebih tinggi dari konsentrasi Cd dalam tanah di sekelilingnya, dan Cu hampir 36 kali lebih tinggi. Persoalan kemudian yang muncul dengan bioremediasi seperti ini yaitu pada jaring makanan (food chains, food webs) dimana akan terjadi perpindahan logam berat dari satu fauna ke fauna yang lain, dan antar fauna tanah memiliki daya tahan toksisitas yang berbeda.
Daya tahan pestisida pestisida di dalam tanah merupakan hasil akhir dari reaksi, pergerakan dan hancuran yang mempengaruhinya. Beragam rekayasa teknologi untuk merobak senyawa hidrokarbon ini telah diteliti. Penambahan bahan organik dan bahan pembenah tanah lainnya seperti pengapuran dan pemupukan serta diiringi dengan inokulasi mikroorganisme telah dilakukan. Intensifikasi pengolahan tanah yang dapat memberikan lingkungan yang optimum bagi aktivitas mikroorganisme untuk melakukan percepatan penghancuran senyawa aromatik karbon ini dicobakan. Bioremediasi dengan penerapan mikroorganisme untuk mempercepat transformasi karbon dan penggunaan tanaman yang dapat menimbun karbon dalam jaringannya telah menampakkan beberapa hasil yang cukup memberikan harapan dalam penanggulangan pencemaran pestisida ini.
Transformasi kimia dari bahan pencemar pestisida melalui proses bioremediasi ini meliputi beberapa proses, yaitu 1) detoksikasi, 2) degradasi, 3) konjugasi, pembentukan senyawa kompleks atau reaksi penambahan, 4) aktivasi, 5) defusi/pemecahan, dan 6) perubahan spektrum toksisitas (Gambar 1) (Alexander, 1977). Detoksikasi yaitu konversi dari molekul yang bersifat toksik menjadi produk yang tidak bersifat toksik, 2) degradasi, yaitu transformasi dari substrat kompleks menjadi produk yang lebih sederhana.
- Proses defusi/pemecahan (Flavobacterium)
- Aktivasi (tanah)
- Detoksinasi (Arthrobacter, tanah)
- Reaksi penambahan (Arthrobacter)
- Degradasi (Pseudomonas, tanah)
Gambar 1. Bioremediasi dari beberapa herbisida fenoksialkanoat (Alexander, 1977).
Detoksikasi adalah proses awal yang penting dari suatu proses degradasi dan 3) konjugasi, pembentukan senyawa kompleks, atau reaksi penambahan, dimana suatu organisme dapat menghasilkan substrat yang lebih kompleks dan mengkombinasikannya dengan pestisida dengan sel metabolis. Konjugasi atau pembentukan senyawa pengkompleks dapat dihasilkan dari organisme yang menghasilkan suatu asam amino, asam organik, methyl atau senyawa lain yang bereaksi dengan polutan membentuk substrat lainnya. Konjugasi adalah salah satu bentuk bioremediasi dari metabolisme mikroorganisme terhadap fungisida sodium dimethyldithiocarbamate, dimana mikroorganisme mengkompleks pestisida dengan asam amino pada sel. Aktivasi, 4) adalah konversi substrat yang nontoksik menjadi molekul toksik seperti bahan aktif awal dari pestisida. Sebagai contoh, herbisida 4- (2,4-dichlorophenoxy)butyric acid ditransformasi dan diaktivasi oleh mikroorganisme dalam tanah menghasilkan senyawa yang bersifat toksik terhadap gulma dan serangga (Alexander, 1977). Proses aktivasi ini lebih menekankan pada efisiensi penggunaan pestisida, atau aktivasi residu. Proses defusi, 5) yaitu konversi molekul nontoksik berasal dari pestisida yang sedang dalam proses aktivasi secara enzimatik, menjadi produk nontoksik yang tidak lagi dalam proses enzimatik, dan 6) perubahan spektrum toksisitas.
Detoksikasi adalah proses awal yang penting dari suatu proses degradasi dan 3) konjugasi, pembentukan senyawa kompleks, atau reaksi penambahan, dimana suatu organisme dapat menghasilkan substrat yang lebih kompleks dan mengkombinasikannya dengan pestisida dengan sel metabolis. Konjugasi atau pembentukan senyawa pengkompleks dapat dihasilkan dari organisme yang menghasilkan suatu asam amino, asam organik, methyl atau senyawa lain yang bereaksi dengan polutan membentuk substrat lainnya. Konjugasi adalah salah satu bentuk bioremediasi dari metabolisme mikroorganisme terhadap fungisida sodium dimethyldithiocarbamate, dimana mikroorganisme mengkompleks pestisida dengan asam amino pada sel. Aktivasi, 4) adalah konversi substrat yang nontoksik menjadi molekul toksik seperti bahan aktif awal dari pestisida. Sebagai contoh, herbisida 4- (2,4-dichlorophenoxy)butyric acid ditransformasi dan diaktivasi oleh mikroorganisme dalam tanah menghasilkan senyawa yang bersifat toksik terhadap gulma dan serangga (Alexander, 1977). Proses aktivasi ini lebih menekankan pada efisiensi penggunaan pestisida, atau aktivasi residu. Proses defusi, 5) yaitu konversi molekul nontoksik berasal dari pestisida yang sedang dalam proses aktivasi secara enzimatik, menjadi produk nontoksik yang tidak lagi dalam proses enzimatik, dan 6) perubahan spektrum toksisitas.
Posting Komentar